Laskar Pelangi

Selasa, 11 November 2008


---------------------------------------------------------
Film Laskar Pelangi karya sutradara Riri Riza tidak hanya membekas di hati penonton seperti yang banyak diungkapkan, namun juga menorehkan kenangan di hati para pembuat film dan pemainnya.

Bintang film, Ikranagara yang berperan sebagai Harfan, tokoh Kepala Sekolah SD Muhammadiyah Gantong, mengaku memiliki kesan tersendiri bermain dalam film yang diadaptasi dari novel laris karya Andrea Hirata ini.

"Terus terang film ini sangat berkesan bagi saya. Dalam film Laskar Pelangi saya harus menyesuaikan diri dengan keadaan di Belitung, berbicara bahasa daerah itu, dan bahkan membeli kamus Bahasa Belitung," kata aktor kawakan yang juga sutradara film ini.

Ikra yang telah sembilan tahun terakhir tinggal di Washington DC ini mengaku sebenarnya ingin berhenti dari keterlibatan di film.

"Saya sebenarnya sudah tidak ingin kembali ke film, sudah tua. Ada generasi-generasi muda yang lebih baik," ujarnya.

Dengan pandangan menerawang Ikra memutar kembali ingatannya ketika suatu hari mendapat tawaran untuk bermain dalam film Laskar Pelangi.

"Suatu hari Riri menghubungi saya dan mengajak saya main film yang diangkat dari novel laris `Laskar Pelangi`, tapi karena saya tidak tahu banyak soal perkembangan sastra Indonesia beberapa tahun terakhir, saya mencoba mencari tahu tentang pengarang dan novelnya," ujar Ikra.

Seperti halnya Ikra, film "Laskar Pelangi" juga membawa kesan mendalam di hati Cut Mini, pemeran Ibu Guru Muslimah yang mengajar di SD Muhammadiyah Gantong. Ia mengaku sangat antusias menyambut tawaran bermain dalam film ini karena sudah lama memimpikan bisa bermain dalam film dengan sutradara Riri Riza.

"Meskipun jadwal latihannya terhitung singkat, sekitar tiga minggu, saya berkali-kali latihan sendiri, belajar logat dialog Belitung dengan cara memanggil guru yang mau membacakan dialog Belitung. Suaranya saya rekam dan setiap hari saya dengarkan untuk latihan," ujar perempuan kelahiran 30 Desember 1973 ini.

Ia melanjutkan, kenangan tak terlupakan dalam film ini adalah ketika melakukan adegan paling sulit, yakni beradu akting dengan Bakri (Rifnu Wikana), guru SD Muhammadiyah yang memutuskan berhenti mengajar.

"Waktu itu emosi saya terlalu tinggi, sulit menahan diri untuk tidak menangis, dan akhirnya saya menyerah. Rasanya bodoh sekali, sekaligus kasihan pada Mas Riri Riza dan para kru yang sudah susah payah menata set di tengah teriknya matahari Belitung," katanya.


Penuh Tantangan

Produser film "Laskar Pelangi", Mira Lesmana dan sang sutradara, Riri Riza mengakui tidak mudah memindahkan cerita dari 529 halaman novel ke medium layar lebar atau film.

Alasan itu pula yang akhirnya memuat kedua sineas muda Indonesia ini terus-menerus melakukan perbaikan pada skenario hingga akhirnya naskah draft ke-11 diserahkan ke Andrea Hirata.

Mira mengungkapkan proses bedah naskah itu memerlukan waktu hampir satu tahun lamanya. Penulisan naskah dilakukan Salman Aristo yang sebelumnya menulis naskah film adaptasi novel islami berjudul "Ayat-ayat Cinta" dan film remaja "Jomblo".

Salman mengungkapkan tantangan terbesar dalam penggarapan naskah novel Laskar Pelangi adalah struktur cerita yang melompat-lompat, sedangkan ia bekerja dengan batasan durasi film.

Tantangan berikutnya, menurut Mira, adalah menemukan anak-anak yang akan berperan sebagai anggota Laskar Pelangi. Proses pemilihan pemain dimulai Desember 2007 dan selesai pada Maret 2008.

Melalui Ismoyo, pembuat film lulusan Institut Kesenian Jakarta (IKJ) yang berasal dari Belitung, maka proses pemilihan pemain mulai dilakukan di sekolah, pasar, dan tempat keramaian dengan fokus di daerah Tanjung Pandang, Manggar dan Gantong.

"Proses pemilihan pemain ini dilakukan tanpa ada pengumuman sebelumnya, Ismoyo yang berkeliling mencari anak-anak itu dan melatih mereka untuk berdialog dan membaca naskah," ujar Mira.

Ia melanjutkan, ada banyak kenangan manis bersama anak-anak Belitung tersebut selama proses syuting. Ada anak-anak yang datang naik sepeda, bahkan ada yang masuk ruang casting dengan baju basah karena keringat habis main bola.

"Rasa ingin tahu mereka sangat besar walau mungkin karena tidak satu pun dari mereka pernah masuk bioskop, sama sekali tak tersirat adanya keinginan menjadi bintang film," ujar Mira menjelaskan.

Riri Riza menambahkan masing-masing anak tersebut memiliki bakat tersendiri dan masing-masing mempunyai latar belakang yang serupa dengan tokoh yang diperankan, yakni mengalami pahit manisnya hidup sebagai masyarakat Belitung.

Ia mencontohkan Verrys (pemeran Mahar) dan Rama (pemeran Trappani) yang datang dari keluarga sangat sederhana. Sementara Yogi sebagai Kucai yang masih kecil itu sudah bekerja sambilan sebagai tukang parkir.

"Kalau Jeffry yang berperan sebagai Harun, dia adalah anak berkebutuhan khusus yang kami temukan di sebuah sekolah luar biasa di Tanjung Pandan," ujar Riri.

Film "Laskar Pelangi" lahir dari novel dengan judul yang sama karya Andrea Hirata yang difilmkan oleh sutradara Riri Riza (dengan judul sama, red) di bawah bendera Miles Films dan Mizan Production.

Laskar Pelangi adalah kisah nyata tentang persahabatan sejumlah siswa SD Muhammadiyah Gantong di Belitung yakni Ikal (Zulfanny), Mahar (Verry S Yamarno), Lintang (Ferdian), Kucai (Yogi Nugraha), Syahdan (M Syukur Ramadan), A Kiong (Suhendri), Borek (Febriansyah), Harun (Jeffry Yanuar), Trapani (Suharyadi Syah Ramadhan), dan Sahara (Dewi Ratih Ayu Safitri).

Masing-masing anak yang memiliki keunikan dan keistimewaan ini berjuang untuk terus bisa sekolah, di tengah tantangan berat yang mereka hadapi. Seperti kisah pilu Lintang yang putus sekolah setelah ayahnya meninggal. Ia terpaksa meninggalkan bangku sekolah demi bekerja menghidupi tiga adik perempuannya.

Ikal yang hidup dalam keadaan ekonomi yang pas-pasan tetap bertekad sekolah dan meraih cita-cita kuliah di Perancis, dan semangat ibu guru Muslimah mendapatkan murid di tengah ancaman sekolah yang akan ditutup.

Segala persoalan dan tantangan itu akhirnya dapat diatasi oleh Ikal, Mahar, dan Lintang dengan bakat dan kecerdasan yang muncul sebagai pendorong semangat mereka.

Film "Laskar Pelangi" merupakan sebuah adaptasi sinema yang mengambil waktu di akhir tahun 1970an. Film ini dipenuhi kisah masyarakat pinggiran, perjuangan hidup menggapai mimpi yang mengharukan, serta persahabatan yang menyelamatkan hidup manusia dengan latar belakang sebuah pulau indah yang pernah menjadi salah satu pulau terkaya di Indonesia, Belitung.

Novel Laskar Pelangi ini adalah memoar Andrea Hirata. Ikal adalah sosok masa kecil Andrea yang dengan keterbatasan ekonomi keluarga dan ancaman putus sekolah, terus berusaha dan berdoa menggapai cita-citanya bersekolah ke Perancis.

Harapan tersebut pada akhirnya dapat diraih Andrea yang benar-benar berhasil melanjutkan studi ke Perancis kemudian perjalanan hidupnya itu dituangkan dalam novel berjudul Laskar Pelangi. (*)Film Laskar Pelangi karya sutradara Riri Riza tidak hanya membekas di hati penonton seperti yang banyak diungkapkan, namun juga menorehkan kenangan di hati para pembuat film dan pemainnya.

Bintang film, Ikranagara yang berperan sebagai Harfan, tokoh Kepala Sekolah SD Muhammadiyah Gantong, mengaku memiliki kesan tersendiri bermain dalam film yang diadaptasi dari novel laris karya Andrea Hirata ini.

"Terus terang film ini sangat berkesan bagi saya. Dalam film Laskar Pelangi saya harus menyesuaikan diri dengan keadaan di Belitung, berbicara bahasa daerah itu, dan bahkan membeli kamus Bahasa Belitung," kata aktor kawakan yang juga sutradara film ini.

Ikra yang telah sembilan tahun terakhir tinggal di Washington DC ini mengaku sebenarnya ingin berhenti dari keterlibatan di film.

"Saya sebenarnya sudah tidak ingin kembali ke film, sudah tua. Ada generasi-generasi muda yang lebih baik," ujarnya.

Dengan pandangan menerawang Ikra memutar kembali ingatannya ketika suatu hari mendapat tawaran untuk bermain dalam film Laskar Pelangi.

"Suatu hari Riri menghubungi saya dan mengajak saya main film yang diangkat dari novel laris `Laskar Pelangi`, tapi karena saya tidak tahu banyak soal perkembangan sastra Indonesia beberapa tahun terakhir, saya mencoba mencari tahu tentang pengarang dan novelnya," ujar Ikra.

Seperti halnya Ikra, film "Laskar Pelangi" juga membawa kesan mendalam di hati Cut Mini, pemeran Ibu Guru Muslimah yang mengajar di SD Muhammadiyah Gantong. Ia mengaku sangat antusias menyambut tawaran bermain dalam film ini karena sudah lama memimpikan bisa bermain dalam film dengan sutradara Riri Riza.

"Meskipun jadwal latihannya terhitung singkat, sekitar tiga minggu, saya berkali-kali latihan sendiri, belajar logat dialog Belitung dengan cara memanggil guru yang mau membacakan dialog Belitung. Suaranya saya rekam dan setiap hari saya dengarkan untuk latihan," ujar perempuan kelahiran 30 Desember 1973 ini.

Ia melanjutkan, kenangan tak terlupakan dalam film ini adalah ketika melakukan adegan paling sulit, yakni beradu akting dengan Bakri (Rifnu Wikana), guru SD Muhammadiyah yang memutuskan berhenti mengajar.

"Waktu itu emosi saya terlalu tinggi, sulit menahan diri untuk tidak menangis, dan akhirnya saya menyerah. Rasanya bodoh sekali, sekaligus kasihan pada Mas Riri Riza dan para kru yang sudah susah payah menata set di tengah teriknya matahari Belitung," katanya.


Penuh Tantangan

Produser film "Laskar Pelangi", Mira Lesmana dan sang sutradara, Riri Riza mengakui tidak mudah memindahkan cerita dari 529 halaman novel ke medium layar lebar atau film.

Alasan itu pula yang akhirnya memuat kedua sineas muda Indonesia ini terus-menerus melakukan perbaikan pada skenario hingga akhirnya naskah draft ke-11 diserahkan ke Andrea Hirata.

Mira mengungkapkan proses bedah naskah itu memerlukan waktu hampir satu tahun lamanya. Penulisan naskah dilakukan Salman Aristo yang sebelumnya menulis naskah film adaptasi novel islami berjudul "Ayat-ayat Cinta" dan film remaja "Jomblo".

Salman mengungkapkan tantangan terbesar dalam penggarapan naskah novel Laskar Pelangi adalah struktur cerita yang melompat-lompat, sedangkan ia bekerja dengan batasan durasi film.

Tantangan berikutnya, menurut Mira, adalah menemukan anak-anak yang akan berperan sebagai anggota Laskar Pelangi. Proses pemilihan pemain dimulai Desember 2007 dan selesai pada Maret 2008.

Melalui Ismoyo, pembuat film lulusan Institut Kesenian Jakarta (IKJ) yang berasal dari Belitung, maka proses pemilihan pemain mulai dilakukan di sekolah, pasar, dan tempat keramaian dengan fokus di daerah Tanjung Pandang, Manggar dan Gantong.

"Proses pemilihan pemain ini dilakukan tanpa ada pengumuman sebelumnya, Ismoyo yang berkeliling mencari anak-anak itu dan melatih mereka untuk berdialog dan membaca naskah," ujar Mira.

Ia melanjutkan, ada banyak kenangan manis bersama anak-anak Belitung tersebut selama proses syuting. Ada anak-anak yang datang naik sepeda, bahkan ada yang masuk ruang casting dengan baju basah karena keringat habis main bola.

"Rasa ingin tahu mereka sangat besar walau mungkin karena tidak satu pun dari mereka pernah masuk bioskop, sama sekali tak tersirat adanya keinginan menjadi bintang film," ujar Mira menjelaskan.

Riri Riza menambahkan masing-masing anak tersebut memiliki bakat tersendiri dan masing-masing mempunyai latar belakang yang serupa dengan tokoh yang diperankan, yakni mengalami pahit manisnya hidup sebagai masyarakat Belitung.

Ia mencontohkan Verrys (pemeran Mahar) dan Rama (pemeran Trappani) yang datang dari keluarga sangat sederhana. Sementara Yogi sebagai Kucai yang masih kecil itu sudah bekerja sambilan sebagai tukang parkir.

"Kalau Jeffry yang berperan sebagai Harun, dia adalah anak berkebutuhan khusus yang kami temukan di sebuah sekolah luar biasa di Tanjung Pandan," ujar Riri.

Film "Laskar Pelangi" lahir dari novel dengan judul yang sama karya Andrea Hirata yang difilmkan oleh sutradara Riri Riza (dengan judul sama, red) di bawah bendera Miles Films dan Mizan Production.

Laskar Pelangi adalah kisah nyata tentang persahabatan sejumlah siswa SD Muhammadiyah Gantong di Belitung yakni Ikal (Zulfanny), Mahar (Verry S Yamarno), Lintang (Ferdian), Kucai (Yogi Nugraha), Syahdan (M Syukur Ramadan), A Kiong (Suhendri), Borek (Febriansyah), Harun (Jeffry Yanuar), Trapani (Suharyadi Syah Ramadhan), dan Sahara (Dewi Ratih Ayu Safitri).

Masing-masing anak yang memiliki keunikan dan keistimewaan ini berjuang untuk terus bisa sekolah, di tengah tantangan berat yang mereka hadapi. Seperti kisah pilu Lintang yang putus sekolah setelah ayahnya meninggal. Ia terpaksa meninggalkan bangku sekolah demi bekerja menghidupi tiga adik perempuannya.

Ikal yang hidup dalam keadaan ekonomi yang pas-pasan tetap bertekad sekolah dan meraih cita-cita kuliah di Perancis, dan semangat ibu guru Muslimah mendapatkan murid di tengah ancaman sekolah yang akan ditutup.

Segala persoalan dan tantangan itu akhirnya dapat diatasi oleh Ikal, Mahar, dan Lintang dengan bakat dan kecerdasan yang muncul sebagai pendorong semangat mereka.

Film "Laskar Pelangi" merupakan sebuah adaptasi sinema yang mengambil waktu di akhir tahun 1970an. Film ini dipenuhi kisah masyarakat pinggiran, perjuangan hidup menggapai mimpi yang mengharukan, serta persahabatan yang menyelamatkan hidup manusia dengan latar belakang sebuah pulau indah yang pernah menjadi salah satu pulau terkaya di Indonesia, Belitung.

Novel Laskar Pelangi ini adalah memoar Andrea Hirata. Ikal adalah sosok masa kecil Andrea yang dengan keterbatasan ekonomi keluarga dan ancaman putus sekolah, terus berusaha dan berdoa menggapai cita-citanya bersekolah ke Perancis.

Harapan tersebut pada akhirnya dapat diraih Andrea yang benar-benar berhasil melanjutkan studi ke Perancis kemudian perjalanan hidupnya itu dituangkan dalam novel berjudul Laskar Pelangi. (*)

0 Comments: